Kisah Cinta Sukarno, Ditinggal Fatmawati yang Menolak Dimadu

Kisah Cinta Sukarno, Ditinggal Fatmawati yang Menolak Dimadu

Kisah Cinta Sukarno, Ditinggal Fatmawati yang Menolak Dimadu – Cerita ini bermula ketika Sukarno diasingkan pemerintah kolonial ke Bengkulu. Di sini Sukarno berkenalan dengan anak seorang pimpinan Muhammadiyah yang juga muridnya, Fatmawati. Awalnya hubungan berjalan sebatas guru dan murid. Namun, perlahan Sukarno mengakui hubungannya dengan Fatmawati mulai berubah.

Singkat cerita, muncul perasaan suka dari diri Sukarno. Alasannya bukan soal kecantikan Fatmawati, tetapi juga keinginan presiden RI ke-1 itu untuk punya anak kandung. Sebab, selama hampir 20 tahun menjalani rumah tangga bersama Inggit, dia belum dikaruniai anak kandung.

“Istriku sudah mendekati usia 53 tahun. Aku masih muda, penuh vitalitas, dan memasuki usia terbaik di puncak kehidupan. Aku menginginkan anak. Istriku tidak dapat memberikannya padaku. Aku menginginkan kegembiraan hidup. Inggit tidak lagi memikirkan soal-soal seperti itu,” ucap Sukarno yang saat itu berusia 37 tahun kepada Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965: 171).

Singkat cerita, Sukarno kemudian meminta izin kepada Inggit untuk menikahi Fatmawati. Inggit yang tak mau dipoligami jelas menolak dan menodongkan pilihan: boleh menikahi Fatmawati, tapi kita bercerai. Sukarno yang kadung dimabuk asmara pada akhirnya rela berpisah dengan istrinya selama 20 tahun dan menikahi Fatmawati yang berusia 20 tahun pada 23 Agustus 1943.

Setelahnya, Fatmawati selalu bersama Sukarno di masa-masa pendudukan Jepang. Saat Indonesia merdeka, Sukarno jadi presiden, Fatmawati pun menjadi ibu negara pertama. Suasana keluarga muda itu pun kian terasa ketika keinginan Sukarno itu terwujud, yakni putra pertama bernama Guntur yang lahir pada 1944.

Meski begitu, situasi panas usai kemerdekaan Indonesia membuat keluarga kecil itu terbawa arus. Sukarno yang menjadi buronan tentara Belanda membuat dia tidak bisa menemani keluarga di rumah. Fatmawati harus tegar menjalani situasi ini sendirian, mengambil peran sebagai kepala keluarga dan pejuang kemerdekaan.

Fatmawati selalu menemani tiap jengkal langkah Sukarno. Kemanapun Sukarno pergi dia selalu ikut. Saat berdiri di hadapan massa, Fatmawati berdiri tegak di samping suaminya itu. Begitu juga saat Sukarno dikejar-kejar tentara, ibu negara pasti berada di sisinya.

Baca Juga : https://www.abangrock.com/kisah-cinta-sukarno-ditinggal-fatmawati-yang-menolak-dimadu/

Kisah Cinta Sukarno, Ditinggal Fatmawati yang Menolak Dimadu

Bahkan, ketika terjadi perang besar di Yogyakarta, Fatmawati ikut turun gunung mengusir tentara Belanda. Bukan dengan angkat senjata, tetapi lewat pembuatan logistik.

Sebagaimana dikisahkan dalam memoar berjudul Fatmawari, Catatan Kecil Bersama Bung Karno (2016), Fatmawati yang sedang hamil rela masak hingga berjam-jam untuk menyiapkan makanan tentara. Dia juga sering wara-wiri ke pasar sendirian tanpa pengawalan. Lalu, ketika situasi normal, Fatmawati selalu mendampingi Sukarno saat kunjungan kerja di dalam atau luar negeri.

Namun, kisah itu semua berakhir pada tahun 1953. Ketika itu Fatmawati cemburu melihat Sukarno dengan dengan wanita bernama Hartini. Dia yang sedang hamil besar menahan-nahan rasa cemburunya karena hendak melahirkan. Pikirnya, barangkali pikiran Sukarno bisa berubah setelah melihat kelahiran bayi.

Namun, hal yang paling ditakuti Fatmawati akhirnya terjadi. Dua hari setelah melahirkan bayi laki-laki bernama Guruh, tepat pada 15 Januari 1953, Sukarno malah meminta restu Fatmawati untuk menikahi Hartini. Tangis Fatmawati pun pecah. Dia yang tak mau dipoligami lebih memilih keluar dari Istana meninggalkan Sukarno selama-lamanya.

“Kemudian Bung Karno berdiri dan berlalu dari dalam ruangan tempatku berbaring. Dapatkah saudaraku sekalian bayangkan dengan perasaan halus, kuatkah perasaan seorang istri untuk mendengarkan permintaan seorang suami seperti yang tersebut di atas jika ia tidak dibantu oleh Allah Yang Maha Penyayang untuk tetap tabah untuk mendengar permintaan serupa itu?,” tutur Fatmawati  dalam Catatan Kecil Bersama Bung Karno (2016).

Sejak itu, Fatmawati hidup seorang diri di rumah yang berada di Jakarta Selatan. Sedangkan Sukarno menjalani hidup baru bersama Hartini. Meski begitu, status Fatmawati sebagai ibu negara bukan berarti hilang begitu saja. Sebab kenyataannya, mereka tidak bercerai, tetapi hanya berpisah demi anak-anaknya. Atas dasar inilah, Fatmawati masih ikut serta dalam kegiatan negara apabila acara tersebut tidak dihadiri Sukarno.

Dari pernikahan Sukarno-Fatmawati, lahir 5 orang anak, yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *